Senin, 15 Februari 2016

Mengenal karakteristik Anak Usia Dini

Siapa anak usia dini dan bagaimana karakteristik anak usia dini?

Dalam pandangan mutakhir yang lazim dianut negara maju, istilah anak usia dini (early childhood) adalah anak yang usianya berkisar antara 0-8 tahun. Jika dilihat dari pendidikan yang berlaku di Indonesia maka yang termasuk dalam kelompok anak usia dini adalah anak yang baru lahir sampai dengan anak usia Taman Kanak-kanak (kindergarten), yaitu sekitar usia 6 tahun.

Berikut beberapa pandangan para ahli

1. Menurut Maria Montessori (Hurlock, 1978) bahwa usia 3-6 tahun merupakan periode sensitif atau masa peka pada anak, yaitu suatu periode di mana suatu fungsi tertentu perlu dirangsang, diarahkan sehingga tidak terhambat perkembangannya.
Misalnya, masa peka untuk berbicara pada periode ini tidak terpenuhi maka anak akan mengalami kesukaran dalam berbahasa untuk periode selanjutnya. Selain masa peka dalam bentuk berbahasa Maria Montessori pun menyatakan bahwa pada anak usia dini mencakup sensitif terhadap keteraturan lingkungan, mengeksplorasi lingkungan dengan lidah dan tangan, sensitif untuk berjalan, sensitif terhadap objek-objek kecil dan detail, sertta terhadap aspek-aspek sosial kehidupan.

Salah satu contoh dari pernyataan Maria Montessori sebagai berikut :
"Fahmi seorang anak berusia 3 tahun 1 bulan mengajak ibunya bermain dengan mengucapkan 'Ma..bitinton Ma..!'. Sekilas ia tidak paham apa yang diucapkan anak itu karena kalimatnya tidak dipahami, padahal sebenarnya Fahmi mengajak ibunya bermain badminton, tetapi Fahmi belum dapat mengungkapkan secara jelas."


Dari contoh di atas, nampak bahwa Fahmi perlu dimotivasi dan dilatih kemampuan berbicaranya agar dapat menyampaikan apa yang diinginkannya dengan baik dan benar.


2. Pendapat lain dikemukakan Erik H. Erikson (Helms & Turner, 1994) yang memandang periode 4-6 tahun sebagai fase sense of inisiative. Pada periode ini anak harus didorong untuk mengembangkan prakarsa, seperti kesenangan untuk mengajukan pertanyaan dari apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan. Pada fase ini terjamin tidaknya kesempatan untuk berprakarsa (dengan adanya kepercayaan dan kemandirian yang memungkinkannya untuk berprakarsa), kalau terlalu banyak dilarang dan ditegur, anak akan diliputi perasaan serba salah dan berdosa (guilty).

Salah satu contoh dari pendapat Erik H. Erikson sebagai berikut :
"Intan seorang anak berusia 4 tahun pada dasarnya cukup cerdas dan selalu ingin tahu tentang sesuatu. Ketika ia membuka lemari es, ia melihat botol minumannya kosong. Intan segera membawa botol tersebut ke dapur mencoba menuangkan air ke dalam botol tersebut namun airnya tumpah. Ibunya melihat aktivitas anaknya dan memberi kesempatan untuk mencobanya. Intan tidak putus asa dan mencoba lagi. Di dapur Intan menemukan corong, corong itu yang sering digunakan ibunya bila menuangkan air ke dalam botol. Intan mengambil corong itu dan menuangkan air ke dalam botol, akhirnya berhasil."


Dari peristiwa di atas dapat dipahami bahwa bila lingkungan mendukung proses berprakarsa maka anak dapat melaksanakan dan membuktikan prakarsanya dengan senang hati. Sebaliknya, apabila lingkungan tidak memberikan dukungan maka prakarsa itu tidak dapat terwujud dan cenderung membuat anak tidak mau mencobanya lagi.


3. Menurut Froebel (Roopnaire, J.L & Johnson, J.E., 1993) masa anak merupakan suatu fase yang sangat penting dan berharga, dan merupakan masa pembentukan dalam periode kehidupan manusia.
Masa anak usia dini adalah masa emas (golden age), merupakan fase yang sangat fundamental bagi perkembangan individu karena pada masa inilah terjadinya terjadinya peluang yang sangat besar untuk pengembangan pribadi seseorang. Menurut Froebel jika orang dewasa mampu menyediakan suatu "taman" yang dirancang sesuai dengan potensi dan bawaan anak maka anak akan berkembang secara wajar.

4. Pandangan lain tentang karakteristik anak yang diajukan oleh kelompok konstruktivis yang dimotori oleh Jean Piaget dan Lev Vygotsky. Menurut mereka, anak bersifat aktif dan memiliki kemampuan untuk membangun pengetahuannya. Secara mental anak mengkonstruksi pengetahuannya melalui refleksi terhadap pengalamannya. Anak memperoleh pengetahuan bukan dengan cara menerima secara pasif dari orang lain, melainkan dengan cara membangun pengetahuannya sendiri secara aktif melalui interaksi dengan lingkungannya. Anak adalah makhluk belajar aktif yang dapat mengkreasi dan membangun pengetahuannya.

Dalam kehidupan sehari-hari dapat kita saksikan anak tidak takut untuk mencoba dan menemukan sesuatu. Apabila anak sedang bermain pasir, anak akan terus mencoba memasukkan pasir dari satu tempat ke tempat yang lain. Apabila pasir di satu tempat penuh, ia akan menumpahkannya dan mengisinya kembali. Aktivitas seperti itu diulang seolah anak tidak lelah melakukannya. Ketika bermain seperti itu, anak mencoba mengamati dan membangun pengetahuannya sendiri.

Di lingkungan sekitar Anda, pasti Anda juga dapat menemukan aktivitas-aktivitas anak yang menggambarkan rasa keingintahuan, keberanian untuk mencoba, dan keberanian anak dalam menyimpulkan pengetahuan yang diperoleh anak dari lingkungannya.

Demikian mengenai karakteristik anak usia dini sesuai dengan pendapat dan pandangan para ahli bahwa anak-anak memiliki keunikan tersendiri. Lantas, masihkah kita memaksakan kehendak kita terhadap anak-anak?

 *sumber : Bimbingan Konseling untuk AUD, 2.6










Visi dan Misi

VISI

Membantu Pemerintah dan Masyarakat Bangsa Indonesia memberikan hak anak usia dini sesuai masa perkembangannya

MISI

  • Menjadikan Pendidikan Anak Usia Dini Berkarakter
  • Menjadi Pendidikan Anak Usia Dini unggulan dan berkualitas

Sekilas tentang sekolah

Betapa pentingnya pendidikan usia dini bagi masa depan anak-anak kita. Bakat-bakat yang luar biasa dari talenta anak-anak kita harus berkembang menjadi kemampuan dasar yang dapat digunakan untuk jenjang pendidikan selanjutnya dan menghadapi tantangan zaman.

TK Harapan Bangsa bersinergi dengan orangtua bekerja sama dengan Psikolog membantu menemukan, mengembangkan dan meluncurkan bakat dan talenta anak-anak (usia dini) kita.

Melatih dan membentuk generasi tangguh yang bertaqwa, percaya diri, berkarakter, cerdas, dan terampil menjadi calon seorang ahli di bidangnya sesuai bakat dan talenta yang dimilikinya.

Jangan biarkan anak-anak usia dini dalam masa emasnya tumbuh di lingkungan yang tidak mendukung potensinya. Dengan cara mengajar guru yang sama cara belajar siswanya menjadikan proses belajar mengajar sangat menyenangkan sehingga tidak ada mata pelajaran dirasa sulit bagi peserta didik.

TK Harapan Bangsa lembaga yang tepat bagi berkembangnya generasi usia dini yang mandiri dan berkarakter.